Menteri
Kesehatan, Nila Farid Moeloek,Sp.M (K) menghadiri Pertemuan Forum Bakohumas
(Badan Kordinasi Hubungan Masyarakat) 2016 dengan tema “Implementasi Kebijakan
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Pembangunan Kesehatan” untuk
memberikan beberapa catatannya. Forum kali ini bertempat di ruang J. Leimena
Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 25 Oktober 2016
lalu.Di awal forum Surya Nandika dari Bakohumas menyampaikan bahwa kesehatan
adalah aspek penting dalam kehidupan. Untuk itu Bakohumas diingatkan kembali
dalam forum ini sesuai Pesan Presiden kepada Bakohumas bahwa sebagai humas harus
cepat dan intensif dalam memberikan informasi kepada masyarakat luas.
Catatan Menteri Kesehatan
Pesan utama
Menkes untuk disebarluaskan adalah mengembalikan mindset masyarakat untuk hidup
sehat dan juga meningkatkan layanan kesehatan yang ada sesuai visi dan misi
Nawacita Presiden. Masyarakat
memerlukan JKN karena kehidupan manusia berpotensi mengalami resiko termasuk
sakit. JKN adalah asuransi kesehatan sosial yang mempunyai 9 prinsip, yaitu
paling utama adalah prinsip gotong royong. Sebut saja penyakit gagal ginjal, satu
orang sakit gagal ginjal memerlukan 1.300 iuran JKN dari orang sehat. Sebanyak 2000
orang yang gagal ginjal tiap bulannya di Indonesia.
Makin banyak
orang sakit yang mungkin tidak mampu akhirnya berani ke RS berkat JKN sehingga
proporsi pembiayaan ke RS lebih banyak terserap daripada ke Puskesmas. Padahal
untuk mendapatkan akses JKN juga bisa di klinik-klinik atau puskesmas. Banyaknya
rujukan yang masuk diakui membuat keteteran pihak RS, namun segala upaya
diatasi untuk memberi kepuasan terhadap pelayanan kesehatan. Berdasarkan Kajian
Kepuasan Penyelenggaraan JKN tahun 2015, terdapat 79,85% indeks kepuasan
peserta JKN terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) secara
nasional. Sedangkan untuk BPJS indeksnya hampir menyamai yaitu 79,02% kepuasan
peserta JKN terhadap BPJS seacara nasional.
Dipaparkan
oleh Menkes bahwa JKN memberi manfaat perlindungan rawat jalan bagi masyarakat
berupa utilisasi pelayanan berdasarkan jenis penyakit dan biaya RJTL, data yang
dipaparkan sampai dengan Januari 2016. Fasilitas rawat inap banyak terserap untuk
pasien penyakit jantung. Ternyata 30% dana BPJS itu habis untuk penyakit
katatrospik. Talasemia juga merupakan penyakit katatrospik dan juga menjadi
perhatian Menkes, karena selain menghabiskan biaya juga merugikan anak yang
menderita Talasemia itu sendiri. Talasemia penyakit keturunan yang menghabiskan
banyak biaya untuk pengobatan dan akan memberatkan keluarga pasien.
Kematian
akibat penyakit tidak menular semakin meningkat dan jumlah pasien penyakit
tidak menular lebih banyak daripada pasien dengan penyakit menular. Hal ini
disebabkan dengan perubahan perilaku hidup seperti pola makan dengan gizi yang
tidak seimbang, junkfood, kurang olahraga, merokok dsb). Untuk itu Kemenkes
seringkali mengingatkan adanya Gerakan CERDIK (Cek kesehatan rutin, Enyahkan
asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup & Kelola
stress).
Dalam forum
Bakohumas ini yang menjadi penanggap adalah Menkes, Nila Farid Moeloek,Sp.M (K),
Sesjen Kemenkes RI, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes, Sesditjen Pelayanan
Kesehatan, dr. Agus Hadian Rahim, Sp.OT(K),M.Epid,MH., Direktur Pelayanan BPJS
Kesehatan, R. Maya A. Rusady, Dirjen Farmasi dan Alkes Kemenkes, Maura Linda
Sitanggang, PhD, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dr.dr.H.TB.
Rchmat Sentika, Sp.A, MARS, dan Kepala Biro Komunikasi dan Yanmas Kemenkes,
drg. Oscar Primadi, MPH sebagai moderator.
Terobosan Kemenkes
Menkes
menyampaikan adanya beberapa solusi untuk meningkatkan layanan kesehatan untuk
masyarakat. Diungkapkan Menkes untuk menanggulangi persoalan pasien yang merasa
“ditolak” RS adalah dengan adanya sistem informasi untuk informasi ketersediaan
tempat tidur atau kamar kosong, karena perihal “ditolak” itu sesungguhnya
karena tidak adanya tempat tidur atau kamar yang kosong untuk menangani pasien
yang datang.
Sistem
informasi temapt tidur atau kamar kosong nantinya akan mudah diakses dan
terbuka. Namun untuk saat ini baru ada hanya di RS Pemerintah saja. Untuk
ketersediaan obat-obatan bisa menggunakan elektronik katalog yang bisa
digunakan oleh setiap RS Pemerintah dan obat disediakan dengan formulasi
nasional. Formulasi nasional adalah jenis-jenis obat menurut kelas
terapinya dan wajib tersedia dengan
catatan obat tersebut harus aman dikonsumsi, bermutu dan efektif.
Terobosan
lainnya, ada 27 kabupaten kota yang sudah mempunyai command center dan saling
terintegrasi. Diungkapkan Menkes persoalan layanan kesehatan sudah diserahkan
ke kebupaten kota, Kemenkes fokus kepada layanan kesehatan yang ada di 149 pelosok
daerah. Program Nusantara Sehat merupakan agenda Kemenkes untuk menanggulangi
itu.
Untuk
menanggapi keluhan rujukan yang dirasa mempersulit adanya sistem rujuk balik juga
bisa dipakai untuk tindak lanjut ke puskesma saja, tidak harus bolak balik ke
RS. Ke RS itu cukup 3 bulan sekali saja, untuk kontrol bisa dilakukan di
Puskesmas. PNS sudah tidak bisa lagi dibedakan pelayanannya karena tingginya
anemo masyarakat yang berobat dan periksa ke RS. Sudah tidak ada kasta lagi
bahasanya.
Untuk itu
Menkes juga mengingatkan pentingnya deteksi dini kesehatan untuk lebih mengarah
pada pola hidup sehat atau yang disebut dengan screening kesehatan agar
ketahuan diawal resiko sakitnya. Dari pihak Kemenkes sudah berusaha melakukan
upaya kunjungan rumah dan pendekatan daur kehidupan agar keluarga sadar untuk
hidup sehat dan masuk dalam bagian promotif dan preventif.
Menkes
menekankan untuk mengingat 12 indikator keluarga sehat yang dibagi menjadi tiga
bagian yaitu program gizi, kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit
menular dan tidak menular serta perilaku kesehatan lingkungan. Yuk kita mulai
dari diri sendiri hidup sehat agar bisa memberi dan mencontohkan pola hidup
sehat agar banyak yang mengikuti. –RGP-
Comments
Post a Comment